Enam hari di pulau Rote membuatku menjadi sedikit tahu tentang bagaimana orang rote menjalani kehidupannya. Kalau kata orang, untuk mengetahui bagaimana watak orang itu bisa dilihat dari apa yang ada di meja makannya dan bagaimana mereka makan. Oleh karenanya untuk membantu proses adaptasi saya terhadap orang- orang di sini, saya mengamati bagaimana mereka makan, apa yang di makan dan bagaimana porsinya.
Disini saya menemukan beberapa hal yang buat saya yang kebetulan orang jawa cukup mengejutkan. Yang pertama, warung- warung makan di sini cenderung menyiapkan variasi sayur yang sedikit, ketika saya tanya ke penjualnya yang kebetulan orang jawa mengatakan bahwa orang- orang disini kebanyakan lebih memilih makan tanpa sayur, sayur yang mereka jual hanya untuk orang- orang dari luar yang kebetulan merantau ke pulau ini.
Kedua, dalam kesempatan lain ketika saya silaturrahim ke rumah salah satu senior di sini, saya kembali melihat tidak adanya variasi makanan yang ada di meja makannya. Saya menemukan disana hanya ada nasi,ikan dan sambal yang ketiganya dalam jumlah banyak, padahal senior ini termasuk orang yang berada. Ketiga, saya menemukan bahwa rata- rata porsi makan orang- orang disini tiga kali lipat porsi makan saya( yang kata cewek saya sudah banyak sekali katanya,hehe) dengan kecepatan makan dua kali lipat kecepatan makan kakak saya (mau tahu bagaimana cepatnya kakak saya makan?maen ke rumah yuk,hehe).
Dengan ketiga fakta yang saya temukan di atas, saya sedikit demi sedikit mencoba untuk mengenali bagaimana sebenarnya masyarakat disini, walaupun ini sifatnya tidak mutlak karena masih bisa dilihat dari indicator- indicator diluar apa yang ada di atas meja makan dan bagaimana mereka makan. Kesimpulan- kesimpulan itu antara lain adalah:
Pertama, Orang- orang disini adalah manusia pekerja keras, dilihat dari porsi dan kecepatan mereka makan. Ini juga sejalan dengan kecenderungan masyarakat pesisir atau masyarakat pantai yang memang pekerja keras. Kedua, Orang- orang pulau Rote adalah masyarakat yang tidak rewel, hal ini bisa dilihat dari mereka biasa makan hanya dengan sambal dan lauk saja tidak seperti kebanyakan kita yang kalau makan biasanya harus ada sayur-lah, krupuk- lah, kuah- lah. Watak tidak rewel ini juga bisa saja di pengaruhi oleh rendahnya rata- rata tingkat pendidikan masyarakat Rote. Ketiga adalah bahwa masyarakat Rote cenderung nerima ing pandum, apa adanya atau dalam bahasa agamanya Qona’ah.
Semoga watak pekerja keras, tidak rewel dan nerimo ing pandum ini bukan karena masyarakat Rote yang masih dalam ketertinggalan dan keterbatasan, semoga sampai kapanpun terus tertanam walaupun kelak masyarakat Rote ini berhasil menjadi masyarakat yang maju dan modern, kerja keras yang disempurnakan dengan kerja cerdas,tidak rewel dan nerimo ing pandum yang dibalut dengan sikap kritis …aminn..(Rote,27022011)
kok gak bisa koment y..
BalasHapusamien...
BalasHapusoia, kalau dilihat, padahal orang sana banyak makan ikan (yang dilihat dari segi gizi banyak mengandung protein dan omega) dan yang pastinya banyak makan garam (dalam arti yang sebenarnya,hehe)tapi kenapa tingkat pendidikan masih rendah?